Fight For National Univercity #Chapter6 #TembalangMedanPerang
Selasa dini hari,pukul 3 pagi,9 Juni 2015.
Panitia dengan baik hati dan sukarela membangunkan kami para peserta BPUN yang
akan mengikuti tes SBMPTN di Kampus UNDIP Tembalang untuk sekedar melakukan
sholat malam demi memudahkan langkah mewujudkan impian. Benar-benar religius
sekali. Meskipun rasa capek ini belum luntur,namun rasa semangat semakin lebih
membara dari yang lalu dan mampu menyembunyikan rasa capek yang menggelayuti
diri.
Kesempatan terbangun dari tidur di
waktu yang tepat untuk melakukan sholat malam pun tidak kami sia-siakan, kami
dengan cepat bergegas pergi ke mushola yang karpetnya bau tadi. “Tak apalah ini
hanya sementara”,ujar saya di dalam batin. Sehabis sholat rasa kantuk mulai
datang kembali,tapi pihak panitia malahan nyuruh kami,untuk segera mandi karna
pagi itu kami harus berangkat ke tempat tes sekitar pukul 7 pagi,padahalkan
tesnya masih jam 8’an lebih. Sungguh rajin sekali.
Kami sebagai peserta pun ngikut
saja,anut grubyuk perintah panitia,karna merekalah yang membimbing dan
mengarahkan kami selama kami ada disini. Habis sholat subuh saya mandi,di
tempat yang di depan kamar mandinya itu gelap sekali. Rerumputan belukar
terrefleksikan dengan gamblang di mata saya. Habis mandi,kita siap-siap untuk
tes,mulai dari menyiapkan perlengkapannya,hingga buku yang digunakan untuk
belajar sebelum memasuki ruang tes.
Alhamdulillah,makanan di pagi itu
datangnya on time. Tak seperti semalam. Dengan menu rames yang saya pikir sama
dengan yang kemarin,sama-sama menggugah selera kami pun lekas menyantap kudapan
di pagi yang rada mendung itu. Hujan pun sempat mengguyur sekitar pukul 6 pagi. Masa begitu cepat berlalu,tak terasa jam
di hapeku udah menunjukkan pukul tujuh. Berarti perjalanan menuju ke medan
perang akan segera di mulai. Saya pun bergegas ganti baju,dengan zirah
kebesaran untuk membuat jera lawan di medan tempur. Apaan sih? Sepasang pakaian yang benar-benar belum pernah saya
kenakan selama pengasramaan BPUN Kudus 2015,sebab sejak awal telah saya niatkan
spesial untuk saya pakai di medan perang ini. Soalnya yang masih rapi
disetrikain. Diponpeskan nggak ada setrika buat peserta yang cowok.
Seiring bergulirnya sang mentari,panitia
pun dengan cekatannya mengplot para peserta menjadi beberapa banjar berdasarkan
fakultas tempat mereka akan mengikuti tes. Alhamdulillahnya,karna yang akan tes
di FISIP itu relatif banyak dibanding yang lain,akhirnya kami kebagian nikmat
tersendiri yakni naik bis BPUN dari Kabupaten Batang,sementara yang lain ada
yang cuman naik angkot bahkan si Alvian yang tesnya di Fakultas Hukum yang
notabene sebelahan sama FISIP harus rela jalan kaki. Kasian sekali. *pukpuk
Itung-itung pemanasan buat perang tuh. Hehehe... Hal yang kurang mengenakkan
kembali terjadi tatkala pak sopir bis dari Batang itu grundel kepada panitia
PMII yang ada di bis karna sejak kemarin tak pernah diurusi. Kasian. Perjalanan
benar-benar menegangkan tuh,tapi emang bapak itu nggak salah sih,apa yang ia
lontarkan benar-benar realita karna sejak kemarin ia memang seperti tak
dihargai oleh panitia sepengetahuan saya. Dicuekin gitu.
Setibanya di FISIP,saya lebih
memilih mencoba memejamkan mata setelah menunaikan ibadah sholat dhuha bareng
cak Mat di mushola FISIP yang berada di lantai 2 Gedung C. Mengapa begitu?
Jujur saja saya cukup khawatir dengan kondisi saya yang kurang tidur. Semalam
saya tidur sekitar jam 11’an malem kemudian dibangunkan dari lelap pukul 3
pagi,jadi kalo dikalkulasi cuman 4 jam. Sekilas info aja,padahal baiknya
manusia bobok di malam hari itu sekitar 8 jam. Kurang banyak bukan saya? Muka
ini udah kayak koala,yang di matanya ada katupnya. Pagi itu,saya bener-bener
sempet ketiduran di depan gedung FISIP,benar-benar ekstrim banget mengingat
beberapa menit lagi saya ujian. Tetapi saat itu saya berpikiran gini,lebih baik
saya tidur sekarang sebelum perang,daripada ketiduran saat tes berlangsung.
Nah... Hal itulah yang terjadi ke beberapa kawan saya yang dari BPUN Kudus
2015. Yang paling saya tahu itu ya,si Anika. Soalnya dia satu ruangan sama
saya. Cie. Dia bahkan sampai harus
dibangunkan oleh ibu pengawas,karna dikirain sakit padahal asik bermimpi ria.
Sedangkan untuk yang lain,saya mendengar dari celotehan mereka. Mereka
diantaranya ialah cak Mat dan Alvian yang tertidur pada perang sesi 2.
Tes dimulai. Bagi saya,untuk tes sesi pertama
dimana TKPA musuhnya. tidak begitu lancar karna kendala waktu. Saya kagak tahu
waktunya,kagak ada jam di ruangan tes,dan saya kira nggak boleh pake jam tangan
kayak tahun lalu seperti kata temen saya. Eh nggak nyangkanya boleh,dan tiba-tiba
dikasih tau aja gitu pengawasnya kalo kurang 10 menit,sementara bahasa Inggris
belum saya kerjakan sama sekali. Hah?
Nah sedangkan tes sesi yang menjadikan soshum sebagai lawan perang nih,saya
malahan ketumpahan banyak waktu. Banyak waktu yang tersisa sekitar 15 menitan.
Alhamdulillah banget ya,sesuatu. Lhoh?
Syahrini? Seimbang
,namun tidak proporsional.
Di
sela-sela istirahat antara perang sesi pertama dengan yang kedua,panitia dari
BPUN Kudus 2015 akhirnya ada batang hidungnya datang ke Tembalang untuk
menengok kami sekaligus mengurusi kami berwira-wiri pulang ke markas di
Semarang yakni Gedung PWNU. Mereka ialah mas Bowo dan yang satu lagi namanya
saya kagak tahu. Dia kagak perkenalan,dan sebelumnya nggak pernah ada raga dan
nyawanya pada saat pengasramaan selama sebulan kemarin.
Pukul
14.30 WIB perang akhirnya usai,dan ini berarti waktunya untuk kembali ke markas
telah tiba. Meskipun ada mas Bowo dan mas yang satunya,kukira perjalanan pulang
yang nantinya mudah ternyata malah sebaliknya. Kami
terlonta-lonta,terpontang-panting ke sana kemari tak jelas sejak awal,sejak
dari FISIP. Dimulai dari FISIP,kami bingung kami mau naik apa untuk transit
dulu mengambil barang-barang kami yang ada di lapangan tembak. Naik bis Batang,bisnya ternyata langsung cekidot ke PWNU. Ya nggak bisa. Naik
angkot,biayanya cukup relatif mahal,padahal jaraknya kalo ditrayek nggak jauh-jauh
amat. Diputuskan,akhirnya kami dianter pake motornya mas Bowo dan mbak
Salis,sementara sisanya menunggu di FISIP. Nasib beda,rada beruntung dialami
Unsa yang dianter sama temennya yang kagak tahu itu siapa. Hantu kali ya? Serta si
Yusuf yang jalan kaki ke penginapan,mengingat jarak tempat tes dengan
penginapan cukup deket. Sedangkan si Hartatik kabarnya mau dijemput saudaranya
gitu. Oh iya,satu lagi nih si Anika yang kagak ikut balik ke PWNU,dia trauma
tuh sama bis,dan lebih memilih nginep dulu di kos kakaknya yang ada di daerah
Gunung Pati deket Unnes. Otomatis,yang nggak mujur kala itu ya saya,cak
Mat,Alvian,serta Anis. Malang sekali nasib kami. Nggak jelas.
Kamu
percaya nggak? Kalo disetiap kesedihan selalu ada kebahagiaan yang disisipkan? Nah,saya
yakin akan hal itu. Dan terbukti dibalik nasib kami yang
terkatung-katung,digantungin yang sedikit lagi mau diphpin kayaknya,ada sebuah
hal yang membuat saya tertawa. Ialah mas Bowo yang mengeluarkan seluruh kebun
binatangnya dengan tampang kebingungan. Sungguh lucu sekali kalo kamu
melihatnya. Ups,udah ya takut dosa. Kegilaan mas Bowo tak berhenti hanya disitu
saja. Ketika saya dianter dia pake motor ke penginapan dari FISIP,dia dengan
seenaknya manggilin cewek-cewek yang ada di pinggir jalan,mulai di perempatan
sampai yang ada di deket motor yang lagi jalan disapain semua. Dari semua yang
disapa itu tak ada satupun yang ia kenal. Gila bukan? Kirain cuman yang ngetik yang gila,ternyata yang lain juga ada.
Jangan-jangan kegilaannya telah menyebar? Entah,hahaha.
Sesampainya
di penginapan nih,kan mas Bowo harus balik lagi ke FISIP buat jemput si cak
Mat. Saya kan harus nunggu tuh. Dan ketika nunggu itu lama banget. Sempat saya
mengira mereka langsung balik ke gedung PWNU,kagak bareng sama yang lain. Hehehe,ternyata
saya salah. Setelah cukup lama saya dan kawan lain menunggu,akhirnya mereka
datang jua. Terkatung-katungnya kami tak berhenti disitu saja. Lagi-lagi kami
tak tau mau balik ke PWNU pakek apa? BPUN kota yang lainnya tuh,pada naik
charter angkot bahkan ada juga bis,kayak yang Batang tadi. Dan mereka semua
nasibnya benar-benar enak. Semuanya terkordinasi dengan baik dan rapi.
Bandingkan dengan Kudus yang pribadi saya sendiri berpikiran semrawut nggak
jelas sejak perang usai. Dan yang ngurusin itu cuman dikit,hanya 2 orang untuk
8 kepala manusia,sedangkan 2 orang ini bagi saya kurang kompeten sebab tak mengenal
seluk beluk kota Semarang. Maka
dari itu,mungkin ini juga bisa dijadiin bahan buat pembelajaran untuk program
BPUN Kudus kedepannya,agar yang satu ini juga perlu diperhatikan,karna kalo
dicuekin kami peserta mungkin tak bisa pulang,kalo nggak bisa pulang ya bisa
nangis darah. Masak yang lain udah pergi, kita-kita masih aja nongkrong dan
tidur di lapangan tembak. Nggak kasihan apa? Mas Bowo sempat menitipkan
kami ke beberapa rombongan BPUN kota lainnya,tapi kebanyakan ditolak dengan
halus ataupun sudah penuh. Walau begitu berkat mas Bowo, si Anis dan Hartatik
balik ke PWNU bisa nimbrung bis rombongan BPUN Kabupaten Demak. Ini berarti
yang digantungin tinggal saya,cak Mat,Yusuf,Alvian dan seorang cewek bernama
Unsa. Meskipun begitu saya sangat berterima kasih dan apresiasi sekali terhadap
usaha dari panitia yang dari Kudus terutama mas Bowo yang direla-relain kebun
binatangnya keluar di Tembalang. Hahaha,walau terkadang saya juga kasian karna
dia melakukannya sendiri,wira-wiri kesana kemari,pusing pala barbie.
Tepat
habis maghrib akhirnya kepastian kami pulang ke gedung PWNU terjawabkan. Dengan
naik mobil berwarna kuning yang tak lain adalah angkutan umum. Kami para cowok
naik itu angkot dengan ditemani mas panitia yang saya kagak tau namanya
sedangkan Unsa dengan spesialnya diboncengin mas Bowo. Modus nih? Maybe,it’s true. Soalnya gini, awalnya tuh yang mau
bonceng mas Bowo itu saya dan mas Bowo udah mengiyakan. Tetapi berselang
beberapa saat kemudian mas Bowo membelot dan menyatakan kalo dia akan
memboncengkan Unsa dengan alasan si Unsa pengen naik motor,pengen ngeliat
gamblangnya kota Semarang. Emang pake
angkot kagak bisa yak? Entah. So,dengan terpaksa saya ya menerima keputusan
itu,mengalah demi kepentingan bersama sebagai sosok pejantan tangguh bermental
tempe yang seringnya cengingisan.
Derita
saya dan kawan-kawan yang cowok tak kunjung reda,walau kita tlah naik
angkot,kita masih aja tidak dalam naungan keburuntungan. Hal itu terjadi ketika
angkotnya itu harus berhenti jauh dari gedung PWNU dikarenakan model jalanannya
yang bertipe searah. Yah,harus jalan kaki nih. 100 meter lebih lho itu. Perut
juga belum keisi. Sesampainya di bis,langsung berangkat aja gitu,kagak ada
acara makan-makan dulu. Lambung ini ya berdemo keras!!! Amsyong sekali nasibmu nak...
Di
bis saya pun lemas,cuman bisa menghela nafas dengan menjulurkan kaki. Eh
untungnya,bis rombongan BPUN Kudus 2015 ini sempat transit dulu nih disalah
satu SPBU sebelum tancap gas menuju ke Kudus. Hal itupun kumanfaatkan untuk
mencari makanan ringan dan minuman demi mengganjal ini perut yang udah demo
sedari tadi. Perjalanan ditempuh sekitar 2 jam. Sempat terjadi macet juga
dijalan. Perjalanan juga begitu hening walau ditemani alunan musik,tetapi seisi
kagak bersuara malah pada tidur semua. Berbeda dengan yang pas berangkat ke
Semarang yang asik karokean.
Pukul
sembilan malam,bis rombongan BPUN Kudus 2015 tiba di gedung PCNU Kabupaten
Kudus dengan selamat dan sentosa. Beberapa ada yang nginep di PCNU seperti saya
ini,banyak juga yang langsung pulang ke hunian masing-masing. Perut masih laper
nih. Badan juga rada lemes karna nggak ada asupan energi. Ternyata tak hanya
saya yang merasakan hal tersebut di malam itu. Diputuskan untuk semua peserta
yang masih ada di PCNU pergi ke alun-alun Kota Kudus untuk nglakuin gala dinner
gitu,di salah satu sudut alun-alun. Dengan menu nasi pecel,santap malam pun
dimulai. Kecuali saya yang memilih beda dengan nasgor yang sebelumnya udah
kumasukan perut duluan. Hehehe,maaf,tapi saya rada nggak suka gitu,nggak biasa,masak
makan pecel tengah malem,kayak sarapan aja. Biarpun begitu semua berakhir
gembira,dengan nafsu perut yang udah terpuaskan.
Sekitar jam 12 malam saya pulang jalan kaki
sendirian di jalanan kota Kretek yang sunyi meninggalkan yang lain yang masih
asik di alun-alun. Katup bola mata saya sudah nggak kuat. Kagak ada kendaraan
yang lalu lalang sama sekali. Dan anehnya saya kagak takut tuh,biasanyakan mrinding.
Itu tengah malem lhoh...Sampai di PCNU saya langsung tidur. zzzZZZZzz..........
Hari
dan tanggal telah berganti,mentari pun menyapaku dengan senyum indah di pagi
hari. Mentari cewek? Sehabis
menunaikan sholat subuh saya sibuk nyiapin diri untuk perjalanan balik kampung
ke Purwodadi. Senang sekali. Setelah kurang lebih sebulan lamanya saya
mengenyam hiruk pikuknya kabupaten Kudus,akhirnya saya kembali ke ranah hidup
saya yang alamiah. Rasa rindu benar-benar tak bisa saya sembunyikan. Rindu
keluarga,kambing peliharaan saya yang kabarnya udah nglahirin buah hati
pertama,dan tentunya laptop tercinta,tempat saya menjamah diri saya sendiri.
Berangkat dari Kudus jam 6 pagi,dan tiba di Purwodadi sekitar jam 8’an pagi
dengan dijemput ayahanda yang baru beberapa hari yang lalu pulang dari penatnya
bekerja. Perjalanan cukup lancar meskipun masih ada beberapa titik kemacetan. Kayak Jakarta aja ya? Iya
dong,Purwodadi gitu lhooooh. Tepat di rumah,saya disambut ibu saya yang lagi
menyapu latar bagian depan. Kulantunkan salam untuknya dengan disusul cium
tangan dengan memeluknya. Duh,so
sweetnyaaa...
Selang
beberapa jam kemudian,saya menerima beberapa pesan singkat yang berisi kabar kalau mas Abu telah mengalami kecelakaan
sepeda motor...
To be continued. . .
Komentar