Happy New Year



                 Selamat datang tahun 1437 Hijriyah,selamat tinggal tahun 1436 Hijriyah... Masihku ingat tahun lalu saya merayakan momen tahun baru Islam ini bersama kawan-kawan mengajiku di tempat yang terpelosok,jauh dari hiruk pikuknya duniawi. Menjelang maghrib,saya dan kawan- kawan dikumpulkan bersama oleh pak Kyai di masjid,untuk melantunkan do’a akhir tahun dan awal tahun pada senja itu. Nuansanya begitu khas dan nampak sangat berbeda.. Entah untuk tahun ini?


            Tak seperti tahun baru masehi,kemeriahan perayaan tahun baru Islam tak begitu terasa di antero negeri ini. Padahal mayoritas penduduk Indonesia menganut ajaran Islam. Aneh ya? Islam KTP? Entah,mungkin itu benar juga. Tak ada pesta kembang api,letupan-letupan mercon,maupun pertujukan cahaya lampu yang menggema layaknya menjelang tiap 1 Januari. Mungkin memang tidak seperti itu cara merayakannya,tapi setidaknya tak pernah tampak kemeriahan dan antusiasme masyarakat merayakan tahun baru Islam ini.
            Jikalau mengingat hal itu,saya jadi ingin menflashback apa yang terjadi pada hidup saya dalam setahun hijriyah terakhir. Apa yang udah saya lakukan selama setahun hijriyah terakhir. Semua berlalu begitu singkatnya,tak terasa..

            Masih kuingat,di bulan Oktober seperti ini,diri ini masih menjadi sosok dengan kamu,dan merasakan romantisme jalinan asmara,yang terkadang membuat aku tertawa ketika mengingatnya. Hahaha.. Di bulan itupun aku mulai menghabiskan hari-hariku dengan membaca buku yang kupinjam darimu. Lukaku akibat tragedi di bulan Agustus pun sekiranya telah sembuh total.
            Bagaimana dengan November? Tidak banyak hal yang berkesan di bulan ini pada tahun kemarin,selain kamu ceritakan segala persiapanmu menuju pendidikan dasar mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) di kampusmu,dan tentunya ketika kamu ucapkan selamat di hari bertambah umurku disela-sela momen keberangkatan pendidikan dasarmu ke salah satu gunung yang ada di Jawa Tengah,selama sepekan. Dan di awal bulan ini pula,aku terakhir kalinya melihat wajahmu yang jelita itu di salah satu tempat umum di Purwodadi. Oh iya,kelupaan. Di bulan ini,saya mulai terserang penyakit batin dan thohir yang cukup sulit diobati ketika itu. Dimulai kepulanganku dari sebuah tempat terpelosok yang membawa berkah,aku merasakan kebingungan yang amat mendalam yang baru terjawabkan beberapa bulan kemudian.
            Lanjut ke bulan terakhir di kalender tahun masehi yakni Desember. Kamu pulang dari diksarmu (pendidikan dasar),kamu mulai benar-benar sudah super duper sibuk dengan aktivitas di kampusmu yang sampai hari ini akal sehatku tak pernah bisa mempercayainya tanpa pernah meniliknya. Disitu rasanya sikapmu mulai berubah ke aku,berubah 180 derajat menjadi sosok yang belum aku kenal sebelumnya. Aku pun bingung. Kucoba tuk menghubungimu,menjalin komunikasi denganmu,kamu tak pernah merespon dengan baik apa yang kulakukan terhadapmu. Kok malah jadi ngomongin aku sih? Kan di beberapa bulan ini,isi hidupku kebanyakan cuma aku dan kamu. Nggak ada yang lain kecuali agamaku dan keluargaku. Dan ternyata perubahan sikapmu itu berujung pahit bagiku. Jalinan relasi aku dan kamu pun pudar dengan cara yang bagiku sangatlah tak etis. Namun apa daya,realitanya seperti itulah yang terjadi,tak mungkin aku menghindarinya,apalagi denganmu.
            Awal tahun,tahun baru,pergantian tahun kuterka akan berjalan lebih baik daripada bulan kemarin. Layaknya pesta di momen pergantian tahun. Eh.. ternyata Tuhan berkehendak lain,Tuhan masih ingin menguji kekuatan hidup dan batinku. Orang yang selama hidupku berada didekatku,satu lingkungan terus denganku. Yang amat saya sayangi dan hormati. Ternyata,mulai tak percaya kepadaku,tak mengikhlaskanku,atas kondisi yang terus memburuk yang terjadi padaku ketika itu. Inilah bulan dimana hari-hari terasa jatuh dalam jurang yang kusebut keterpurukan,saya diabaikan sosok wanita yang selama ini saya cintai,kemudian ditindas lagi dengan rasa frustasi sosok lain yang kucintai,sosok lelaki yang seharusnya bisa menjadi panutan bagi hidupku. Ku bersedih,ku berpikir dan menerka dalam bisu. Akan kemana lagi arah hidupku,dengan getir rasa hati yang seperti ini?
            Saya akhirnya mendapat jawaban atas itu. Tuhan masih sayang pada hambanya yang hina ini. Alhamdulillah.. Ibuku pun selalu dan selalu mencoba menguatkanku lewat segala cara,lewat nasehat-nasehatnya yang terkadang diluar pemikiran dan akal sehatku,lewat cerita-ceritanya nan berkesan dan bermakna tentunya. Mungkin memang akunya yang masih bodoh dalam memaknai hidup. Dan saya mulai kenal dengan sosok laki-laki dewasa yang telah berkeluarga asal Sragen yang menjembatani kesembuhan batinku. Saya mulai merencanakan dan menata kembali hidupku,terutama untuk kedepannya. Terutama untuk hasratku di tahun ini (harus) kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia. Mungkin,khususnya Jawa Tengah atau Yogyakarta.
Hari terus berganti di tahun 2015,dan mulailah bulan baru yaitu Februari. Masih kuingat,saya mengikuti sebuah ajang beasiswa yang dikhususkan di PTN tertentu di Indonesia. Beasiswa yang tidak hanya berupa nominal rupiah semata,namun juga pengasahan mental dan sikap diri. Bagiku beasiswa ini sungguh prestisius sekali. Sayangnya,saya pun tak lolos dari seleksinya yang begitu ketat dan cakupannya se-Indonsesia. Di bulan ini pula saya putuskan untuk terjun dalam ajang SBMPTN tahun 2015 demi hasrat kuliah di perguruan tinggi negeri.
Bulan Maret ,saya mulai belajar dan mencari-cari buku serta pelatihan/bimbingan belajar yang sekiranya cocok untuk menunjang saya lolos SBMPTN di tahun ini. Dan saya baru mendapatkan pelatihan yang sekiranya cocok dengan saya itu sebulan berselang.
Bulan April,saya memutuskan untuk mengikuti Bimbingan Pasca Ujian Nasional (BPUN) regional Kudus 2015. Di bulan ini dimulai seleksinya dan alhamdulillah,saya lolos pelatihan sebulan untuk ajang SBMPTN 2015 ini.
BPUNnya baru dimulai bulan Mei,saya sebulan berada di Kudus dan mengenal banyak sekali sosok yang menyenangkan dan menginspirasi. Untuk cerita lengkapnya dapat dilihat kurang lebihya disini.
Lanjut untuk bulan Juni. Saya cukup disibukkan dengan agenda tes SBMPTN dan UM-PTKIN. Yang SBMPTNnya di Semarang. UM-PTKINnya di Jogja. Hahaha.. Itu semua pengalaman seru dan berkesan bagi saya. Dan sebulan kemudian saya pun mendapati hasil yang menggembirakan atas usaha sebelumnya. Saya berhasil lolos SBMPTN di Universitas Diponegoro,Semarang. Medan tempur saya,sewaktu menjalani tes SBMPTN 2015. Alhamdulillah memang,bagi saya ini merupakan salah satu pembuktian bahwa saya masih bisa bangkit dari kegagalan tahun lalu,bangkit dari keterpurukan batin sebab diabaikan dan diblacklist soal kepercayaan oleh orang terdekat.
Kalo flashback ke Agustus,saya jadi inget pernikahan kakak sepupu saya. Ikut jagong,dan sebagainya,yang aslinya males haha tapi harus dijalani. Namun di Agustus tidak hanya itu saja yang terjadi dalam hidup saya. Saya ketemu pecandu narkoba,mencari kosan buat nanti kuliah yang cukup rumit namun pada akhirnya berhasil juga. Dan tentunya merasakan yang namanya ospek atau orientasi pengenalan kampus di Universitas Diponegoro. Bulan Agustus emang memorable banget,dan tak mudah untuk dilupakan. Hehehe...
Nah.. untuk bulan terakhir,saya merasakan banyak hal baru dan mendapati perspektif baru di kampus. Bukan hanya lewat kegiatan secara akademik bernama kuliah,tetapi juga seabrek kegiatan di luar perkuliahan itu sendiri. Seperti,tidak adanya senioritas di dalam kampus,ini pandangan awal saya selama udah sebulan kuliah di Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Diponegoro. Antar mahasiswa begitu sangat saling menghargai,dan menjunjung toleransi. Dan itu juga terjadi di dalam perkuliahan ,dosen begitu menghargai apapun pendapat seorang mahasiswa baik yang sering maupun yang berbau nyeleneh. Sesuatu yang dulu ketika masih sekolah di tingkat manapun,belum pernah saya dapati. Saya begitu bersyukur dapat menjadi bagian dari civitas akademika Universitas Diponegoro,walaupun kampus ini bukan kampus idaman saya,tapi saya akan selalu menjunjung tinggi harga dirinya layaknya lirik dalam mars Undip “junjunglah tinggi Diponegoro,alamamater kita”.
Eh tapi hal ini tidak berlaku untuk semua kampus lho ternyata. Karna kata temen saya yang kuliah di Fakultas Teknik universitas negeri sebelah,katanya juga masih menjalankan budaya senioritas. Budaya yang menurut saya seharusnya sudah tak lagi membudaya karna kesetaraan manusia dalam pandangan Tuhan maupun hukum Indonesia.
Oke,saya pikir itulah yang terjadi pada diiri saya selama satu tahun Hijriyah terakhir. Memang kagak detail,tapi setidaknya itu sudah mewakili hidup ataupun aktivitas saya setiap bulannnya. Hehehe...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desain Kartu Anggota Osis SMK N 1 Purwodadi

Selamatkan Lahan Gambut, Bencana Indonesia Surut